HAKIKAT KEHILANGAN Kadang kita sering kali mengalami kehilangan dialam dunia dalam kehidupan ini, bisa berupa kehilangan harta ben...
HAKIKAT KEHILANGAN
Kadang kita sering kali mengalami kehilangan dialam dunia dalam kehidupan ini, bisa berupa kehilangan harta benda, jabatan, tahta, kehilangan pekerjaaan dan kehilangan orang kita cintai.
Kadang kita sering mempertanyakan kenapa?
Tidak jarang sering kita lihat pasangan yg saling cinta mencintai harus terpisah dengan cara yg sangat mengharukan. Misal Pasangan yg sudah prepare resepsi pernikahannya , baik lahir maupun batin, undangan sudah disebar, catering sudah dibayar , gedung sudah dilunasi dan restu kedua orang tua sudah didapat.
Tinggal menununggu hari H.
Tapi Allah punya kehendak lain, takdir menda-hului semua itu.
Calon penganten wanita dipanggil oleh Nya, tepat 2 hari sebelum Resepsi Pernikahannya. Tak terperikan perasaan calon penganten laki" bagaimana hatinya tdk hancur, rasa perih kehilangan orang yg sangat dicintainya yg tdk pernah terlintas olehnya. Baik dialam nyata atau mimpi sekalipun harus bwrpisah raga.
Bayangkan seseorang yg menjadi :
- PUJAAN HATINYA.. BELAHAN HATINYA.. SEPARUH NAFASNYA.. SEPARUH NYAWANYA.. DARAH DALAM TUBUHNYA.. PENYEMANGAT HIDUPNYA... KINI TINGGAL JASAD, BISU DIAM TERPAKU.
Hanya Allah yg tahu karena dia pemilik dan penguasa alam semesta ini. Termasuk nyawa kita juga hanya titipan belaka.
Bisa saja sedetik kemudian akan diambil kembali.
Astagfirulloh...Astagfirullah..Astagfirullah..
Jika kita sadari hakikat kehilangan tersebut sesungguhnya Allah sangat sayang kepada hambanya.
Agar dengan kehilangan tersebut kita disadarkan akan :
- 💖Ada zhat yg lebih berhak untuk kita cintai melebihi apapun.
- 💖 Ada Zhat yg harus kita takutkan jika kita ditinggalkan oleh Nya.
- 💖 Ada Zhat yg seharusnya kita abdikan diri di siang dan malam.
- 💖 Ada Zhat yg nama Nya harus selalu membasahi bibir kita. Dalam setiap hembusan nafas, dalam tiap detak jantung dan tiap denyut nadi.
Dialah Allah Azza Wa Jalla. Pemilik alam semesta yg menggenggam jiwaku dan jiwamu.
Jadi kehilangan harta benda, jabatan, orang terkasih hakikatnya adalah ujian karena Allah sangat, sangat dan sangat mencintai hamba" Nya dan Allah ingin menguji hamba" Nya mana yg benar" bertaqwa kepadanya.
Dengan kehilangan tersebut Allah ingin kita mendekat kepada Nya.
Kembali kejalan lurus Nya. Memohon kepada Nya dengan do'a" panjang dibarengi rintihan dan air mata penye-salan dan Taubat Nasuha.
Terkadang seorang Muslim apabila ditimpa dengan musibah dan kesusahan, ia sanggup bersabar. Namun, begitu diberi kenikmatan yang berlebih, terkadang ia tidak bisa lulus dari ujian tersebut.
‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu pernah berkata:
- ابْتُلِينَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالضَّرَّاءِ فَصَبَرْنَا ثُمَّ ابْتُلِينَا بِالسَّرَّاءِ بَعْدَهُ فَلَمْ نَصْبِرْ Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat dan kami pun tidak dapat bersabar. [ HR. at-Tirmidzi no. 2464 (Hadits hasan. Shahih wa Dha’îf Sunan at-Tirmidzi V/464 Ujian Adalah Rahmat (kasih sayang) dari Allâh Azza Wa Jalla yang diberikan kpd hamba" Nya.
- Allâh Azza wa Jalla berfirman: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu [Muhammad/47:31]
- Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda: إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. [HR. at-Tirmidzi no. 2396 dan Ibnu Mâjah no. 4031 (Ash-Shahîhah no. 146)].
COMMENTS